Kamis, 27 September 2012

Mengurus visa Austria

Griass God*,
saya lagi happy nih, ich bin soooo fröhlich, karena saya dapat beasiswa dari pemerintah Austria untuk mengikuti suatu training kepemiluan. Ich bekomme ein Stipendium von der Osterreichischen Regierung für ein Training in Osterreich. 

Oh ya, bahasa resmi di Austria adalah bahasa Jerman. Meskipun dalam training bahasa yang digunakan dalah bahasa Inggris. Ini sih asumsi saya aja, alasan saya lolos seleksi adalah salah satunya karena saya bisa berbahasa Jerman, he he he, meski pengalaman saya memantau pemilu juga sudah cukup banyak juga sih, saya mantau pemilu di Indonesia sejak tahun 1999 (pemilu pertama pasca reformasi) dan juga sudah memantau pemilu di 3 negara lainnya untuk 5 jenis pemilu yang berbeda.  

Trainingnya berlangsung 28 Oktober - 23 November 2012 di Stadtschlaining, Austria. Menginapnya di hotel Burg Schlaining. Wuih, tinggal dan menginap di Burg atau kastil merupakan satu impian saya sejak kecil. 

Kayaknya karena waktu kecil kebanyakan baca bukunya Enid Blyton yang banyak bercerita tentang petualangan di kastil-kastil Inggris. Yang tidak tau buku-bukunya coba klik Lima Sekawannya, Enyd Blyton, atau tanya mama dan papa kamu. Buku-buku ini populer banget tahun 80-an. 



Kastil Burg Schlaining. Keren yakkk. Foto diunduh dari  http://www.travel2austria.com/?Burgenland:Schlaining%2FStadtschlaining. Karena saya belum ke sana. Kalau dah ke sana, saya potret dan upload di sini. 

Sebelum berangkat tentu saja kita harus punya visa. Austria termasuk negara Schengen, artinya jika kita memiliki visa Schengen, kita bisa bebas masuk ke negara mana saja yang sama-sama negara Schengen. Ada 25 negara yang tergabung dalam Schengen, sedapppp.

Saya mau cerita dulu proses membuat visa ke Austria. Kalau lihat prosedur di websitenya kedutaan Austria, sebenarnya standar saja, kurang lebih sama dengan yang peraturan yang ada di kedutaan lain. 

Dokumen yang saya persiapkan :
1. Undangan dari institusi yang mengundang saya. Asyiknya, organisasi pengundang saya ini langsung mengirimkan surat undangan tersebut ke pihak kedutaan sejak jauh-jauh hari. Jadi begitu saya menyodorkan aplikasi saya, pihak kedutaan sudah punya bukti surat yang sama. :D 

Dalam undangan tersebut disebutkan bahwa saya mendapat beasiswa, dengan demikian akomodasi saya ditanggung oleh pemerintah Austria. Jadi saya tidak perlu menunjukkan bukti keuangan berupa foto kopi buku tabungan dan bukti reservasi hotel. 

Karena beasiswa dari pemerintah Austria (lagi-lagi!) saya tidak perlu bayar visa alias gratis. Normalnya, untuk visa turis harus membayar Rp 691.000 (persisnya lihat di website ini ya)

2. Berhubung beasiswa tersebut menyebutkan jangka waktu tertentu, dan saya mau extend masa tinggal saya untuk beberapa hari untuk jalan-jalan ke kota Wina dan jika beruntung ke Salzburg. (iya dong, masa di Austria cuma tau kastil Burg Schlaining aja, he he he), saya meminta surat sponsor dari organisasi saya untuk menyatakan menanggung semua biaya selepas program tersebut. Meskipun dalam kenyataan, saya yang menanggung biayanya. Ya iyalah, yang jalan-jalan kan saya :). Tapi kalau pakai nama institusi, kayaknya lebih dipercaya.

3. Booking tiket. Saya meminta travel agent langganan untuk membuatkan booking tiket sebagai dokumen pelengkap. Booking tiket boleh berbeda selama belum diissued. Maksudnya, waktu mengajukan aplikasi kita menggunakan booking tiket Lufthansa, tapi begitu visa keluar kita membeli dan menggunakan Qatar Airways. Kalau dulu sih, katanya gak boleh. Kalau sudah book tiket Lufthansa misalnya, ketika keluar visa harus menunjukkan tiket asli dan harus Lufthansa. 

4. Form aplikasi yang didownload dari websitenya kedutaan Austria. Form berbahasa Inggris, klik di sini. Form berbahasa Jerman, klik di sini. Diisi dengan baik dan rapi. Sesuaikan dengan dokumen pelengkap lainnya. Cara mengisinya, nanti dalam postingan lain, ya.

5. Asuransi Travel dan kesehatan. Kedutaan Austria meminta asuransi dengan nilai minimal 30.000 Euro. Saya mengambil asuransi di Zurich Asuransi. Premi untuk satu bulan (31 hari) adalah USD 75 (kelas Gold). Saya ambil kelas Gold karena kalau kelas Silver nilai pertanggunganya gak mencapai 30.000 Euro, jadi pasti akan ditolak oleh kedutaan Austria. Berhubung saya akan pergi selama 41 hari (itu itung-itungannya orang asuransi), jadi saya ditambahkan dua minggu. 

6. Pas foto cukup satu lembar saja. Tapi ukurannya gak biasa yang digunakan standar tukang poto, 2x3, 3x4, atau 4x6. Pembuatan foto ini ada aturannya, untungnya kedutaan sudah buat aturannya. Saya print saja aturan itu dan bawa ke Fuji Film, karyawan di sana sudah tau kok. Foto saya diterima dan gak dicomplain sama kedutaan. 

7. Paspor (selbstverstandlich!). Cek masa berlaku paspor, kalau sudah mendekati 6 (enam) bulan expired, lebih baik langsung diperpanjang. 

Kedutaan Austria cenderung lebih sepi daripada kedutaan Jerman. Waktu saya datang ada seorang ibu dan anaknya, dan seorang kurir. Saya sih datang sendiri, karena ingin tau prosedur pembuatan visa. Untung juga sih saya gak diwakili orang lain, karena  pengajuan visa si ibu diterima, sedangkan suaminya belum diterima, si bapak harus datang sendiri ke kedutaan. Repot ya, tapi biasanya ini kalau untuk mereka yang baru pertama kali ke Austria. Orang kedutaannya mau kenalan dulu kali ya, ha ha ha.

Saya sendiri sewaktu dokumen saya dibawa masuk, ada bule dari bagian visa keluar dari ruangannya. Kayaknya saya 'dicek', meski dari jarak jauh. Gak lama kemudian bagian resepsionis memanggil saya dan mengatakan bahwa pengajuan visa saya diterima, gak usah bayar visa dan visa bisa diambil tanggal 9 Oktober 2012, jam 9-12 WIB. Alhamdulillah.... One step closer to fill up the dreams. Thank God, I know you have better plans for me. Mohon doanya, ya, supaya lancar-lancar saja.

Note:
*Griass God adalah salam yang banyak digunakan di Austria. 

Mengurus visa ke Jerman oleh Rina Fitriani

Hallo Freunde,
kebanyakan yang belajar bahasa Jerman adalah mereka yang ingin pergi ke Jerman. Apakah untuk kuliah, jalan-jalan, mau jadi Au Pair atau bahkan karena mau nikah dengan orang berkewarganegaraan Jerman.

Berhubung saya belum pernah ke Jerman, saya gak punya pengalaman mengurus visa ke Jerman. Tapi saya punya banyak teman-teman yang sudha pernah kesana. Saya meminta mereka berbagi pengalaman mengurus visa. Siapa tau berguna.

Pengalaman di bawah ini adalah pengalaman teman saya, Frau Rina Fitriani, guru bahasa Jerman di sebuah SMA negeri di Jakarta Utara. 

Fr. Rina di depan Reisezentrum, Potsdam, Mei 2012

Liebe Pipit, waktu mengurus visa ke Jerman aku punya pengalaman 2 kali yg berbeda. Pertama waktu tahun 2011, mengurus visa menggunakan paspor hijau, harus mengantri di pagar dan lumayan lama. 

Setelah masuk ke dalam kedutaan, form yg sudah diisi diperiksa, kalo ada yang kurang disuruh lengkapi. Karena aku undangan dari GI jadi gak ribet, terus langsung ke atas, ambil nomor antrian.. gila yang ngantri banyak banget .. 

loketnya terbagi 5 ada loket utk perjalanan dinas, yng menetap lebih dari 2 bulan, 1 bulan dan buat tour.. yang banyak di tolak untuk visa bekerja , kalo persyaratan kurang atau gak bisa jawab interview ya visanya gagal.. suruh melengkapi.. 

Waktu itu ada pasangan yg mau ke Jerman untuk mengunjungi  anaknya yg mau wisuda. Hanya karena nama hotel di sana gak ada, gak bisa urus visa. Pokoknya ribet deh.... dan memang semua dokumen harus lengkap. Tapi kalo rekomendasinya dari Goethe institut gak ada masalah.. serahkan dokument 10 menit selesai dan visa di ambil 6 hari kemudian..

bulan mei kemarin peraturannya beda, sebelum mengurus visa kita bikin appointment dulu hari apa kita mau urus.. appointmentnya ada di website kedutaan, tinggal diisi, nanti otomatis waktu, jam serta tanggal appoitnment di kirim via e mail.. terus di print.. untuk datang ke kedutaan harus pake printan appointment itu, karena sekuritinya punya data/ copian appointmn kita tsb. 

Kalo sdh sama kita bs masuk kedutaan dan langsung naik ke lantai 2 . disana gak terlalu antri karna di bawah tadi sdh di atur jumlah pengunjung.. yang penting dokument lengkap. Kemarin karna aku jg dr goethe dan paspornya paspor biru jadi gampang banget .. gak sampai 5 menit, selesai.. 

reisedienst gitu visaku...dan pengambilan 6 hari setelah apply.. Intinya Pit.. kalo dokument lengkap dan ngikuti aturan yg ada di web site gampang kok.. siswa ku yg mau bekerja di jerman ngurusnya juga gampang asal dokumen lengkap.. 

cukup jelas ya Pit, kalo ada yg krg jelas silahkan tanya lagi. 

Liebe Gruesse... Rina

Sabtu, 15 September 2012

Menyebutkan jam dalam bahasa Jerman

Bagaimana sih menyebutkan jam dalam bahasa Jerman? Ada dua cara: cara resmi dan menyebutkan jam dengan bahasa sehari-hari.

Menyebutkan jam secara resmi misalnya jam 12.15, dibaca um zwölf Uhr fünfzehn. Biasanya terdengar di Bahnhof (stasiun kereta api), Flughafen (bandara), radio dan televisi.

Nah, kalau membaca jam dengan bahasa sehari-hari bagaimana? Sama dengan orang Indonesia, yaitu jam dua belas lewat seperempat. Bahasa Jermannya adalah Viertel nach zwölf. Viertel artinya seperempat, zwölf sudah tau kan artinya, yaitu 12, nach digunakan untuk menyebutkan istilah 'lewat' ketika menyebutkan waktu. Jadi, arti nach di sini bukan 'ke', tetapi 'lewat'.

Untuk menyebutkan istilah 'kurang dari' bahasa Jerman menggunakan preposisi 'vor'. Misalkan jam 11.45, maka dibaca elf Uhr fünfundvierzig atau Viertel vor zwölf.

Foto merupakan courtessy dari IchLiebeDeutsch

Lihat gambar di atas, um berarti tepat jam sekian, vor = kurang dari, dan nach = lewat dari. 

Jam 12.30 dibaca setengah satu oleh orang Indonesia, orang Jerman menyebutnya halb eins. Sama, kan?

Kalau jam 12.35, dibaca lima menit lewat dari setengah satu, orang Jerman menyebutnya fünf nach halb eins. Mudah, ya? Demikian juga jam 12.25, dibacanya fünf vor halb eins.

Alles Gute!!!

Berkunjung ke Jerman setelah pandemi

Gott sei Dank. Thanks God. Alhamdulillah. Puji Tuhan. Setelah pandemi Corona berakhir, Jerman mencabut larangan bagi orang Indonesia untuk b...